xbetcNBul4WQTiAXe5Wj0youglaF4UAQjBlvC4sS
Bookmark

Perbedaan NU dan Muhammadiyah

Perbedaan NU dan Muhammadiyah

Organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah adalah dua kekuatan dakwah yang menonjol di Indonesia, mencerminkan panorama keislaman yang kaya akan keberagaman. Berikut adalah perbedaan antara NU dan Muhammadiyah.

NU, dengan kebijakan toleransinya terhadap tradisi lokal, sementara Muhammadiyah dikenal dengan semangat pemurnian Islam dan inovasinya di bidang pendidikan, serta peran pentingnya dalam kehidupan keagamaan dan politik Indonesia.

Sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia, baik NU maupun Muhammadiyah memiliki jaringan anggota yang luas, dengan cabang-cabang yang tersebar di seluruh negeri.

Meskipun memiliki perbedaan filosofi dan pendekatan dalam dakwah, NU dan Muhammadiyah terus memberikan kontribusi dalam pembangunan masyarakat, proses demokratisasi, dan kehidupan bernegara di Indonesia. Dengan menghargai keberagaman dan semangat kerjasama, keduanya menjadi kekuatan yang memperkaya panorama Islam Indonesia, memancarkan cahaya keberagaman dalam kehidupan sehari-hari.

Mengapa Ada NU dan Muhammadiyah di Indonesia?

Sejarah dan latar belakang sosial yang kompleks menjadi landasan bagi kehadiran Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah di Indonesia pada awal abad ke-20.

Pada masa itu, Indonesia masih di bawah penjajahan Belanda, menciptakan suasana sosial dan politik yang tidak stabil. Semangat kemerdekaan pun tumbuh, namun seiring dengan itu, masyarakat dihadapkan pada beragam arus pemikiran dan praktik keagamaan.

Pemikiran-pemikiran baru tentang Islam dari Timur Tengah memicu gerakan reformasi dan modernisasi dalam pemahaman agama. Di tengah kondisi yang kompleks ini, dibutuhkan wadah organisasi yang bisa menjadi penggerak perubahan dalam masyarakat Islam Indonesia.

NU dan Muhammadiyah muncul sebagai hasil dari pendekatan yang berbeda terhadap upaya pembaruan Islam. NU, didirikan pada 31 Januari 1926, lahir sebagai respons terhadap gerakan modernisasi dengan fokus pada pemeliharaan tradisi keagamaan lokal, sambil tetap membuka diri terhadap pembaruan.

Sementara itu, Muhammadiyah, didirikan pada 18 November 1912 oleh KH Ahmad Dahlan, menekankan pemurnian Islam dari unsur-unsur lokal yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran agama. Pembaruan dalam Muhammadiyah meliputi bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial.

Perbedaan pendekatan organisasi ini menghasilkan identitas unik bagi NU dan Muhammadiyah. NU dikenal dengan sikap inklusif dan toleran terhadap tradisi lokal, sementara Muhammadiyah lebih menekankan pemurnian Islam dan pendekatan konservatif.

Meskipun berbeda, NU dan Muhammadiyah menjadi pilar-pilar penting dalam kehidupan keagamaan di Indonesia. Mereka juga turut berperan dalam gerakan kebangkitan nasional dan membentuk identitas keagamaan yang kaya dan beragam di Indonesia.

Perbedaan Latar Belakang Berdirinya NU dan Muhammadiyah

NU dan Muhammadiyah, sebagai dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, telah memberikan dampak besar dalam perkembangan Islam di tanah air. NU, yang didirikan pada 31 Januari 1926 di Surabaya, dikenal sebagai pionir dalam mempromosikan toleransi terhadap adat dan istiadat Indonesia. Di sisi lain, Muhammadiyah, yang sudah ada sejak 18 November 1912 di Yogyakarta, menonjolkan perjuangan dalam bidang pendidikan sebagai salah satu ciri khasnya.

Proses berdirinya NU mencerminkan semangat kebangkitan melalui diskusi yang dipimpin oleh sekelompok ulama di rumah KH Abduh Wahab Chasbullah, Surabaya. Saat itu, KH Mas Alwi Abdul Aziz mengusulkan nama 'Nahdlatul Ulama', yang mengandung arti kebangkitan yang sudah ada sejak zaman dahulu. Tujuan yang luas membuat NU diterima dan dipahami dengan baik oleh masyarakat.

Di sisi lain, Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman, Yogyakarta, oleh Muhammad Darwis atau KH Ahmad Dahlan, sebagai sebuah persyarikatan Gerakan Islam pada 18 November 1912. KH Ahmad Dahlan mendorong kolaborasi antara organisasi Budi Utomo dan menjadi pendorong untuk berdirinya Muhammadiyah. Sejak itu, organisasi ini menjadi ujung tombak dalam penyebaran Islam dan pengamalan ajaran agama, baik pada tingkat individu maupun masyarakat.

Perbedaan waktu pendirian yang mencapai 14 tahun antara NU dan Muhammadiyah tidak mengurangi peran penting keduanya dalam membentuk wajah Islam Indonesia. Dengan setiap langkahnya, keduanya menginterpretasikan nilai-nilai Islam dengan cara yang khas, menerima keberagaman, dan memberikan kontribusi besar dalam memajukan pendidikan dan toleransi di Indonesia.

Dengan karakteristik unik yang dimilikinya, NU dan Muhammadiyah tetap menjadi penjaga keberagaman, yang memperkaya dan mengukuhkan arti keislaman di Indonesia. Kehadiran keduanya melambangkan harmoni, di mana toleransi dan pendidikan bergandengan tangan untuk memainkan peran penting dalam membentuk karakter bangsa.

Perbedaan Perspektif Keagamaan antara NU dan Muhammadiyah

NU (Nahdlatul Ulama)

  1. Mengamalkan Qunut dalam Shalat Subuh.
  2. Melantunkan Sholawat/puji-pujian usai Adzan.
  3. Menjalankan Tarawih dengan 20 Rakaat.
  4. Menetapkan Niat Shalat dengan Ushalli.
  5. Menyatakan Niat Puasa dan Wudlu dengan membaca nawaitu sauma ghadin dengan jahr, dan niat berwudlu dengan nawaitu Wudu’a lirafil hadats.
  6. Praktik Tahlilan, Dibaiyah, Barjanzi, dan Selamatan (kenduren).
  7. Mengucapkan Dzikir setelah shalat dengan lantang.
  8. Mengumandangkan Adzan Subuh dengan lafad Ashalatu khair minan naum.
  9. Mengumandangkan Adzan Jum'at sebanyak 2 kali.
  10. Menggunakan gelar Sayyidina untuk menyebut Nabi Muhammad.
  11. Melakukan Shalat Id di masjid.
  12. Mengacu pada Madzhab Empat dalam Fikih (Syafii, Maliki, Hambali, dan Hanafi).

Muhammadiyah

  1. Tidak mengamalkan Qunut dalam Shalat Subuh.
  2. Tidak melantunkan puji-pujian/Sholawat setelah Adzan.
  3. Menjalankan Tarawih dengan 8 Rakaat.
  4. Niat Shalat tidak disertai dengan bacaan Ushalli.
  5. Niat Puasa dan Wudlu tidak dijahr-kan.
  6. Tidak mengizinkan Tahlilan, Dibaiyah, Berjanzi, dan Selamatan (kenduren).
  7. Mengucapkan Dzikir setelah shalat dengan suara pelan.
  8. Mengumandangkan Adzan Subuh tanpa Ashalatu khairu minan Naum.
  9. Mengumandangkan Adzan Jum'at sekali saja.
  10. Tidak menggunakan gelar Sayyidina untuk menyebut Nabi Muhammad.
  11. Melakukan Shalat Id di lapangan.
  12. Tidak terikat pada Madzhab dalam Fikih.

Perbedaan dalam praktik ibadah, tata cara berdoa, dan pandangan terhadap tradisi keagamaan antara Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah menciptakan keragaman yang memperkaya dan memperluas landasan spiritualitas di Indonesia. Meskipun berbeda dalam beberapa aspek, keberadaan keduanya tetap menjadi pilar penting dalam kehidupan keagamaan di tanah air.

Dalam praktik ibadah, NU dan Muhammadiyah menunjukkan variasi yang mencerminkan perbedaan pemahaman terhadap ajaran Islam. Misalnya, perbedaan dalam membaca Qunut dalam Shalat Subuh, membaca sholawat atau puji-pujian setelah adzan, dan jumlah rakaat dalam tarawih menunjukkan pendekatan yang berbeda dalam mendekati aspek-aspek ibadah sehari-hari.

Tata cara berdoa merupakan bagian penting dari identitas keagamaan setiap organisasi. Mulai dari niat shalat hingga niat puasa, NU dan Muhammadiyah memiliki perbedaan dalam cara membaca dan merumuskan kata-kata yang digunakan. Perbedaan ini mencerminkan keragaman dalam menyampaikan niat dan khusyu' dalam beribadah.

Pandangan terhadap tradisi keagamaan, seperti tahlilan, dibaiyah, berjanzi, dan selamatan (kenduren), juga menciptakan perbedaan yang signifikan antara NU dan Muhammadiyah. NU cenderung memiliki pendekatan yang lebih inklusif terhadap tradisi lokal dan kearifan lokal sebagai ciri khasnya, sementara Muhammadiyah lebih menekankan pada pemurnian Islam dari unsur-unsur yang dianggap tidak sesuai.

Meskipun terdapat perbedaan dalam berbagai aspek, penting untuk diakui bahwa NU dan Muhammadiyah memiliki peran yang tak tergantikan dalam membentuk identitas keagamaan di Indonesia. Keduanya berkontribusi secara signifikan dalam memperkaya dan memperluas pemahaman tentang Islam di tengah masyarakat yang beragam, dan keberadaan keduanya menjadi pilar-pilar keagamaan yang kuat di tanah air. Dalam keberagaman ini, tercipta keharmonisan yang memperkaya spiritualitas dan membentuk keseimbangan dalam praktik-praktik keagamaan di Indonesia.

Perbedaan NU dan Muhammadiyah dalam Pengaruh Guru

Didirikannya dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) oleh KH. Hasyim Asy’ari dan Muhammadiyah oleh KH. Ahmad Dahlan, sangat dipengaruhi oleh pemikiran dan pengaruh para guru yang membimbing mereka. Kedua organisasi ini memiliki karakteristik dan orientasi keagamaan yang dipengaruhi oleh berbagai tokoh terkemuka dalam dunia Islam.

KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, belajar dari beberapa ulama terkenal, seperti Syeikh Muhammad Khatib al-Minangkabawi, Syeikh Nawawi al-Bantani, Kiai Mas Abdullah, dan Kiai Faqih Kembang. Selain itu, tokoh-tokoh seperti Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Muhammad ibn Abdul Wahhab, Jamaludin al-Afghany, Muhammad Abduh, dan Rasyid Rida juga menjadi guru-gurunya. Orientasi keagamaan yang diperoleh dari para guru ini mencakup aspek reformisme (Tajdîd) Islam, puritanisme atau pemurnian ajaran Islam, Islam rasional, dan pembaruan sistem pendidikan Islam.

Di sisi lain, KH. Hasyim Asy’ari, pendiri NU, mendapat pengaruh dari KH Kholil Bangkalan, KH Ya’kub, Syaikh Ahmad Amin al-Atthar, Syaikh Sayyid Yamani, Sayyid Sultan Ibn Hasyim, Sayyid Ahmad ibn Hasan al-Atthar, Sayyid Alawy Ibn Ahmad Al-Saqqaf, Sayyid Abas Maliki, Sayid al-Zawawy, Syaikh Shaleh Bafadal, dan Syaikh Sultan Hasym al-Dagastany. Orientasi keagamaan yang diterapkan oleh para guru ini mencakup penganjur Fiqih Madzhab Sunni, terutama madzhab Syafi'i, penekanan pada pendidikan tradisional (pesantren), praktik tasawuf dan tarekat, serta pemahaman Faham Ahlusunnah Wal Jama'ah.

Sepanjang perjalanan hidup mereka, baik Ahmad Dahlan maupun Hasyim Asy’ari, memainkan peran penting dalam membentuk pemahaman Islam di Indonesia. Kedua tokoh ini mencerminkan kekayaan intelektual dan keberagaman pandangan dalam menanggapi kondisi sosial dan keagamaan di masa lalu, yang membentuk dua organisasi Islam yang tetap menjadi pilar keberagaman keislaman di Indonesia hingga saat ini.

Post a Comment

Post a Comment